Kisah inspiratif ini aku dapatkan ketika menonton sebuah acara di Trans7 yang ditayangkan setiap hari Sabtu pukul 09.00 pagi. Tadinya aku cuma iseng-iseng memindah chanel televisi, tapi ketika chanel berhenti di acara "She Can" Trans7 aku mendadak tertarik dan enggan memindahkan chanel. Acara tersebut mengisahkan seorang remaja berumur 23 tahun yang sukses menjadi aktivis pengolah sampah dan berhasil menginspirasi banyak orang.
Khilda Baiti Rahmah nama remaja itu. Khilda merupakan salah satu mahasiswi jurusan teknik lingkungan di Universitas Pasundan. Ia anak pertama dari 6 bersaudara yang berasal dari sebuah keluarga sederhana. Sejak SMP ia sudah bekerja untuk membantu orangtua dan membiayai sekolah. Tidak hanya biaya sekolahnya tetapi juga biaya sekolah untuk ketiga adiknya. Setiap hari mulai dari pagi sampai malam ia harus membagi waktunya untuk bekerja di empat tempat. Pagi hari sebelum berangkat ke sekolah ia harus menjadi loper koran, setelah itu mulai pukul 7.00-12.00 ia belajar di sekolah. Selepas sekolah ia bekerja di perusahaan website, kemudian tak lama ia menuju tempat kerja berikutnya yaitu tempat percetakan dan malam harinya ia mengajar les privat sampai pukul 21.00. Ditambah lagi ketika SMA dia tertarik untuk menjadi relawan di sebuah LSM yang bergerak di bidang pengelolaan sampah yakni Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi. Ia menjadi satu-satunya relawan termuda karena masih duduk di bangku SMA. Namun hal itu bukan hambatan baginya karena di sana ia belajar banyak hal tentang pengelolaan sampah. Sampai pada suatu saat ia bertemu dengan seorang kakek pengangkut sampah yang sudah 35 tahun bekerja namun pendapatan yang diperoleh hanya Rp 350.000,- sebulan. Hal itu membuat hatinya terketuk untuk membuat komunitas pengelolaan sampah di daerah tempat tinggalnya. Ia kemudian memgajarkan pada masyarakat bagaimana cara mengolah sampah menjadi barang kerajinan dengan bekal yang ia peroleh dari LSM. Barang-barang itu kemudian di jual ke pasar. Dari situ ia berhasil meningkatkan pendapatan para pengangkut sampah menjadi Rp 650.000,- sebulan. Hasil jerih payahnya itu pun menjadikan dia mendapat banyak penghargaan. Sekarang ia sedang mengembangkan inovasi terbaru untuk mengubah sampah organik seperti sayur dan kulit buah untuk diolah menjadi bio etanol atau bahan bakar alternatif. Penelitiannya itu membawa dia ikut serta dalam berbagai lomba dan mendapat pendanaan dari para investor untuk mengembangkan penelitiannya. Setiap hari ia bekerja di berbagai tempat dan menyisihkan 30 persen untuk mengembangkan komunitas pengelolaan sampah miliknya. Dan kini ia tidak hanya mengajarkan cara mengolah sampah di lingkungan tempat tinggalnya, namun juga di beberapa wilayah di Indonesia. Selanjutnya ia mendapat dukungan untuk mengajarkan cara mengolah sampah di wilayah internasional.
Wow! Sungguh mencengangkan. Remaja seumuran denganku bisa bermanfaat bagi lingkungan dan bagi kesejahteraan banyak orang. Semoga kisah ini bisa menjadi inspirasi kita untuk terus semangat dan pantang menyerah menjalani hidup. Serta menjadikan kita untuk menjadi pribadi yang bermanfaat. ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar